Bolehkah Membeli Emas dengan Cara Dikredit atau Dihutang?
Pertanyaan:
Saya adalah salah seorang pengusaha yang menjalankan usaha jual-beli perhiasan emas yang kami beli dari para importir dalam partai besar (grosir), kemudian kami melunasi harganya dalam beberapa kali pembayaran. Apakah metode jual-beli yang kami jalankan dan juga dijalankan oleh setiap pengusaha emas ini halal atau haram? Harap dengan memberikan penjelasan tentang alasan halal dan haramnya.
Jawaban:
Bila kasusnya sebagaimana yang Anda sebutkan, yaitu jual-beli perhiasan emas dengan cara yang Anda sebutkan, maka hukumnya adalah haram, bila pembayaran perhiasan emas yang Anda beli dilakukan dalam beberapa kali pembayaran, baik alat pembayarannya berupa uang emas, atau perak atau pengganti keduanya yaitu berupa uang kertas. Hal ini karena pada cara tersebut terdapat faktor riba nasi’ah, dan bisa juga tergabung padanya riba fadhel (riba perniagaan) dan riba nasi’ah, yaitu tatkala alat pembayaran dan barang yang dibeli sama jenisnya, misalnya: masing-masing berupa emas, dan antara keduanya terjadi perbedaan dalam hal beratnya, dan pembayaran dilakukan dalam beberapa kali setoran.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu’ Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah, 13/467, fatwa no. 2298).
Pertanyaan:
Bila seseorang menjual perhiasan emas kepada orang lain, sedangkan pembelinya belum memiliki sebagian dari uang pembayarannya atau seluruhnya, (sehingga pembayaran tertunda) bukan hanya dalam beberapa hari atau satu bulan atau dua bulan (bahkan lebih), apakah hal ini dibolehkan atau tidak?
Jawaban:
Bila alat beli yang digunakan untuk membeli perhiasan emas tersebut berupa uang emas atau perak atau yang serupa dengan keduanya yaitu berupa uang kertas atau surat berharga, maka tidak boleh, bahkan itu adalah haram, karena padanya terdapat unsur riba nasi’ah. Dan bila pembelian dilakukan dengan barang lain, misalnya: kain, atau bahan makanan atau yang serupa, maka boleh untuk menunda pembayaran.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu’ Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah, 13/466 fatwa no. 1599).
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi –hafizhahullah–
Artikel www.PengusahaMuslim.com